Kasus penembakan yang melibatkan Aipda Robig dan Gamma mengangkat persoalan serius mengenai batasan penggunaan kekuatan oleh aparat kepolisian.

Aipda Robig yang didakwa atas penembakan hingga tewas terhadap seorang pria bernama Gamma, harus menghadapi proses hukum yang ketat dengan tuduhan serius. Penolakan pembelaan oleh jaksa dinilai sebagai bukti bahwa alasan yang dikemukakan Robig dianggap mengada-ada dan tidak berdasar.
Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran Info Kejadian Semarang.
Kronologi Kasus Penembakan
Peristiwa penembakan terjadi pada tanggal 15 Mei 2025 di sebuah kawasan perbatasan desa. Aipda Robig yang sedang menjalankan tugas patroli mendapati Gamma yang dicurigai terlibat dalam aktivitas kriminal di wilayah tersebut. Menurut versi kepolisian, Robig menembak Gamma karena tersangka melakukan perlawanan dan mengancam nyawa petugas.
Namun, keluarga dan saksi mata menyebutkan bahwa Gamma tidak menunjukkan sikap mengancam dan insiden tersebut terjadi secara tiba-tiba. Versi cerita yang berbeda ini kemudian menjadi titik kontroversi dalam persidangan.
Pembelaan Aipda Robig di Pengadilan
Dalam persidangan, Aipda Robig menyampaikan pembelaan diri (pledoi) yang menyatakan bahwa tindakan penembakan dilakukan atas dasar pembelaan diri yang sah dan dalam situasi darurat. Ia mengklaim bahwa Gamma telah mengacungkan senjata tajam dan mengancam keselamatan dirinya serta masyarakat sekitar.
Robig menegaskan bahwa langkah yang diambilnya adalah untuk melindungi diri dan menghindari bahaya yang lebih besar. Ia juga menambahkan bahwa sebagai anggota kepolisian, ia bertindak sesuai dengan prosedur penggunaan senjata api yang berlaku.
Sikap Jaksa Penolakan Pembelaan
Jaksa penuntut umum yang menangani kasus penembakan gamma secara tegas menolak pembelaan yang diajukan oleh Aipda Robig. Dalam nota keberatan yang disampaikan di pengadilan, jaksa menyatakan bahwa pembelaan tersebut bersifat mengada-ada dan tidak didukung oleh bukti kuat.
Jaksa menilai bahwa bukti-bukti yang ada justru menunjukkan adanya kelebihan penggunaan kekuatan yang tidak proporsional. Dari hasil pemeriksaan forensik dan rekaman CCTV yang diajukan, terlihat bahwa Gamma tidak melakukan perlawanan agresif sebagaimana yang diklaim oleh tersangka.
Jaksa juga memaparkan beberapa saksi yang menguatkan dugaan bahwa Robig bertindak di luar batas kewenangannya dan melakukan penembakan yang tidak perlu.
Baca Juga: Kuasa Hukum Mbak Ita Hadirkan Dua Saksi Ahli, Harap Bebaskan Klien
Prospek Hukum Selanjutnya

Setelah penolakan pembelaan, proses persidangan kasus Aipda Robig memasuki tahap pemeriksaan saksi dan barang bukti lebih lanjut. Jaksa akan berusaha menguatkan dakwaannya dengan bukti-bukti yang sudah dikumpulkan.
Sementara itu, tim kuasa hukum Robig masih memiliki kesempatan untuk mengajukan keberatan atau bukti baru sebelum akhirnya putusan hakim dijatuhkan. Namun, dengan kondisi bukti yang ada, peluang pembelaan diterima cenderung kecil.
Jika terbukti bersalah, Robig menghadapi ancaman hukuman yang berat sesuai dengan pasal pembunuhan atau penganiayaan dengan akibat meninggal dunia, yang bisa mencapai puluhan tahun penjara.
Analisis Hukum Atas Penolakan Pembelaan
Dalam hukum pidana Indonesia, pembelaan diri (noodweer) hanya sah jika memenuhi unsur tertentu, yaitu adanya ancaman nyata dan tidak ada jalan lain selain menggunakan kekuatan untuk melindungi diri. Namun, dalam kasus ini, jaksa menilai bahwa pembelaan diri yang dikemukakan oleh Robig tidak memenuhi kriteria tersebut.
Menurut pakar hukum pidana, penolakan pembelaan ini didasarkan pada:
- Tidak adanya bukti bahwa Gamma mengancam dengan senjata secara nyata.
- Tidak ada bukti perlawanan yang membahayakan nyawa Robig secara langsung.
- Proses penggunaan senjata yang tidak sesuai SOP kepolisian.
- Dugaan adanya unsur kesengajaan dalam tindakan penembakan.
Dengan alasan ini, jaksa menilai bahwa tindakan penembakan tersebut masuk dalam kategori pembunuhan atau penganiayaan dengan konsekuensi meninggal dunia.
Reaksi Keluarga dan Publik
Penolakan pembelaan oleh jaksa mendapat sambutan beragam dari masyarakat dan keluarga korban. Keluarga Gamma mengapresiasi sikap tegas jaksa yang dianggap sebagai langkah awal untuk menegakkan keadilan. Mereka berharap agar proses hukum dapat berjalan secara transparan dan pelaku mendapat hukuman setimpal.
Di sisi lain, beberapa elemen masyarakat dan organisasi kepolisian mengkhawatirkan proses ini dapat memengaruhi semangat tugas anggota kepolisian dalam menjalankan operasi keamanan. Mereka meminta agar kasus ini ditangani secara adil tanpa mengabaikan keselamatan petugas di lapangan.
Untuk informasi terbaru dan lengkap mengenai berbagai kejadian penting di Semarang. Termasuk perkembangan infrastruktur, kasus kriminal, dan aktivitas masyarakat. Kalian bisa kunjungi Info Kejadian Semarang.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari www.tribunnews.com
- Gambar Kedua dari tirto.id