Posted in

Pengacara Robig Tegaskan Tindakan Kliennya Sah, Tak Bisa Dipidana

Pengacara Robig tegaskan tindakan kliennya, karena penembakan yang melibatkan anggota Polrestabes Semarang, kembali ke pengadilan Negeri.

Pengacara Robig Tegaskan Tindakan Kliennya Sah, Tak Bisa Dipidana

Dalam sidang pembacaan pleidoi, pengacara Robig membela tindakan kliennya yang disebut sebagai tindakan yang sah dan tidak dapat dipidana. Kasus yang menimbulkan korban meninggal dunia, Gamma Rizkynata Oktavandi, siswa SMKN 4 Semarang, dan dua siswa lainnya yang terluka tersebut menjadi sorotan publik. Berikut Info Kejadian Semarang akan membahas ulasan lengkapnya.

Kronologi Kejadian Penembakan

Peristiwa bermula pada dini hari 24 November 2024 ketika Aipda Robig mengejar rombongan pemuda yang diduga membawa senjata tajam seperti cocor bebek dan celurit. Robig yang kala itu sedang dalam tugas mengendarai sepeda motor mengaku sempat melepaskan tembakan peringatan ke udara sambil berteriak “Polisi!”, namun rombongan tersebut terus melaju.

Penembakan akhirnya mengenai Gamma di bagian pinggul yang berujung pada kematiannya, sementara dua korban lainnya mengalami luka. Robig mengklaim tindakannya semata untuk melindungi warga dari ancaman yang dianggap nyata pada malam itu.

Pembelaan Melalui Pleidoi Kuasa Hukum

Kuasa hukum Robig, Bayu Arief, dalam pembelaannya menyatakan bahwa tindakan kliennya adalah bentuk pembelaan terpaksa yang sah berdasarkan Pasal 49 ayat 1 KUHP, Peraturan Kapolri No. 1 Tahun 2009, dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.

Bayu menjelaskan bukti adanya senjata tajam yang dibawa rombongan dan prosedur yang dijalankan Robig sudah benar, termasuk tembakan peringatan terlebih dahulu. Pleidoi ini menegaskan bahwa tindakan Robig tidak bisa dipidana karena dilakukan dalam rangka menjalankan tugas dan melindungi masyarakat.

Baca Juga:

Penyebab Kematian Korban dan Faktor Medis

Pengacara Robig juga menyampaikan bahwa penyebab kematian Gamma bukan semata karena tembakan, melainkan juga dikarenakan lambatnya penanganan medis di rumah sakit. Menurut Bayu, Gamma dibawa dalam kondisi sadar ke IGD RSUP Dr. Kariadi dan mendapatkan penanganan awal, namun terlambat masuk ruang operasi sehingga kondisi korban memburuk.

Pernyataan ini didukung oleh ahli bedah yang menyatakan jika korban langsung mendapatkan tindakan operasi, kemungkinan besar masih bisa diselamatkan. Faktor keterlambatan medis ini dianggap sebagai penyebab fatal yang juga harus diperhitungkan dalam kasus tersebut.

Emosi dan Permintaan Maaf Terdakwa

Emosi dan Permintaan Maaf Terdakwa

Sidang juga diwarnai dengan momen emosional saat Aipda Robig sendiri membacakan pleidoi pribadinya. Ia sempat menangis dan menyampaikan permintaan maaf tulus kepada keluarga korban dan masyarakat. Robig menegaskan tidak ada niat untuk melukai ataupun membunuh, tindakan ditembakkan semata sebagai upaya.

Menghentikan seseorang yang dianggap berbahaya. Ia juga meminta maaf kepada institusi Polri atas kejadian ini, yang sangat memengaruhi keluarganya secara sosial dan psikologis. Air matanya ketika membacakan pembelaan menambah sisi kemanusiaannya di tengah permasalahan hukum yang dihadapinya.

Tuntutan Hukum dan Pandangan Jaksa Penuntut Umum

Berbeda dengan pleidoi pembela, Jaksa Penuntut Umum menuntut Robig dengan hukuman penjara selama 15 tahun tanpa alasan meringankan. JPU menilai tindakan Robig melanggar Pasal 80 ayat (3) dan (1) UU Perlindungan Anak serta Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.

Jaksa menganggap perbuatan Robig tidak sesuai dengan SOP penggunaan senjata api dan tidak dapat dibenarkan secara hukum. Statusnya sebagai anggota polisi juga menjadi pertimbangan pemberatan tuntutan, karena seharusnya lebih menjaga keamanan masyarakat.

Kesimpulan

Pleidoi yang dibacakan oleh pengacara Aipda Robig menegaskan bahwa tindakan kliennya dalam insiden penembakan Gamma. Merupakan pembelaan terpaksa yang dilakukan sesuai prosedur demi melindungi keselamatan warga dan diri sendiri. Faktor keterlambatan penanganan medis pada korban juga menjadi alasan penting dalam pembelaan kasus ini.

Kasus ini menjadi cermin kompleksitas hukum ketika tindakan aparat di lapangan berhadapan dengan risiko keselamatan masyarakat dan konsekuensi hukum yang harus dihadapi. Simak dan ikuti terus jangan sampai ketinggalan informasi terlengkap hanya di Info Kejadian Semarang.


Sumber Informasi Gambar:

  1. Gambar Pertama dari detik.com
  2. Gambar Kedua dari suarasurabaya.net