Posted in

Malam 1 Suro di Gajahmungkur Semarang Disesaki Warga Gelar Ritual Mistis!

Malam 1 Suro menjadi sorotan di Gajahmungkur, Semarang, saat ratusan warga menjalankan ritual mistis “kungkum” atau berendam.

Malam 1 Suro di Gajahmungkur Semarang Disesaki Warga Gelar Ritual Mistis!

Mereka percaya bahwa tradisi kuno Jawa ini dapat membersihkan diri secara lahir dan batin, serta membawa manfaat spiritual. Selain berendam, banyak peserta juga membawa pusaka untuk dicuci dalam ritual yang dikenal sebagai jamasan, memperkuat nuansa sakral pada malam pergantian tahun Jawa ini. Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran Info Kejadian Semarang.

Malam 1 Suro Perpaduan Spiritual dan Budaya Jawa

Malam 1 Suro, atau 1 Muharram 1447 Hijriah, merupakan momen yang sangat sakral dan penuh makna mendalam dalam tradisi masyarakat Jawa. Nama “Suro” sendiri berasal dari kata “Asyura” dalam bahasa Arab, yang berarti sepuluh, merujuk pada tanggal 10 Muharram yang memiliki keutamaan dalam Islam.

Kalender Jawa yang menggabungkan unsur Islam dan kebudayaan lokal ini diperkenalkan oleh Raja Mataram, Sultan Agung Hanyokrokusumo, pada Jumat Legi, bulan Jumadil Akhir tahun 1555 Saka atau 8 Juli 1633 Masehi. Tujuannya adalah untuk menyatukan kelompok santri dan abangan di Jawa melalui pendekatan budaya dan spiritual.

Malam 1 Suro diyakini sebagai waktu di mana dunia gaib dan dunia manusia saling bersinggungan, menjadikannya momen yang tepat untuk introspeksi, permohonan keselamatan, dan upaya mendekatkan diri kepada Tuhan. Pada tahun 2025 ini, malam 1 Suro jatuh pada Kamis malam, 26 Juni 2025, dimulai setelah waktu Maghrib, dan tanggal 1 Suro sendiri jatuh pada Jumat, 27 Juni 2025, yang juga merupakan hari libur nasional.

Tugu Soeharto Pusat Ritual Kungkum

Tugu Soeharto di Kelurahan Bendan Duwur, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, menjadi titik kumpul utama bagi puluhan orang yang datang untuk berendam atau mencuci keris pada malam 1 Suro. Lokasi ini dianggap keramat oleh warga setempat karena berada di titik pertemuan dua aliran sungai, yaitu Kali Garang dan Kali Kreo, yang diyakini sebagai titik energi spiritual yang luar biasa. Tradisi kungkum di Tugu Soeharto sudah ada sejak tahun 1965.

Masyarakat percaya bahwa berendam di tempat ini dapat membawa manfaat mulai dari keseimbangan batin, tolak bala, hingga awet muda. Beberapa pengunjung, seperti Krisna (24) dari Barusari. Rutin mengikuti ritual ini setiap malam 1 Suro untuk membersihkan diri lahir dan batin. Pengunjung lain, Ali (32), bahkan membawa tiga pusaka untuk dicuci dan telah melakukan puasa mutih selama tujuh hari sebelumnya sebagai bagian dari persiapan ritual.

Menurut cerita yang beredar, tradisi kungkum ini muncul secara tiba-tiba dan semakin marak setelah pembangunan Tugu Soeharto. Yang kabarnya dibangun oleh guru spiritual Soeharto, Romo Diyat, untuk menghormati beliau.

Baca Juga: Pertamina Bikin Program UCollect dan RVM di Semarang

Praktik Kungkum dan Cuci Pusaka

Praktik Kungkum dan Cuci Pusaka

Ritual mandi kungkum di aliran Sungai Kaligarang biasanya berlangsung antara pukul 23.00 hingga 24.00 WIB. Para peserta berendam secara mandiri dan diam-diam, tanpa upacara resmi atau hiburan, untuk menjaga kekhusyukan dan fokus dalam berdoa. Beberapa warga juga membawa benda pusaka seperti keris dan tombak untuk dicuci di sungai sambil merapalkan doa.

Pencucian benda pusaka, atau jamasan pusaka, adalah tradisi kuno yang bertujuan untuk membersihkan diri dari kotoran hati dan mendapatkan berkah, keselamatan, serta terkabulnya keinginan. Pusaka yang dibersihkan dalam ritual jamasan meliputi keris, tombak, kereta kencana, dan gamelan. Dengan keyakinan dapat menghilangkan energi negatif atau pengaruh jahat yang melekat pada benda tersebut.

Proses pencucian ini sering menggunakan warangan, larutan kimia dari perpaduan jeruk nipis dan serbuk batu warang. Beberapa pelaku kungkum bahkan mengaku mengalami kondisi setengah sadar saat melakukan ritual, menunjukkan intensitas laku spiritual ini.

Laku Spiritual dan Keyakinan Masyarakat

Selain kungkum dan pencucian pusaka, masyarakat Jawa juga mengisi malam 1 Suro dengan berbagai laku spiritual lainnya, seperti tirakat, ziarah kubur, doa bersama, dan selametan. Tradisi ini juga mencakup puasa mutih. Di mana pelaku hanya makan nasi putih dan minum air putih dengan tujuan membersihkan jiwa dan hati.

Malam 1 Suro dianggap sebagai bulan “prihatin”, di mana kegiatan pesta diyakini dapat membawa akibat buruk. Sehingga lebih dianjurkan untuk melakukan kegiatan tirakat atau mendekatkan diri kepada Tuhan.

Masyarakat percaya bahwa dengan menjalani ritual-ritual ini, mereka dapat dihindarkan dari berbagai kesialan dan mendatangkan keberkahan. Keyakinan akan energi mistis di titik pertemuan dua sungai di Tugu Soeharto menjadi daya tarik bagi warga yang mencari berkah, rezeki, kesuksesan, hingga jodoh.

Pantangan dan Larangan di Malam 1 Suro

Seiring dengan kesakralan Malam 1 Suro, berkembang pula berbagai pantangan dan larangan yang diwariskan secara turun-temurun. Beberapa mitos populer meliputi larangan keluar rumah sembarangan. Terutama ke tempat-tempat sepi seperti hutan, gunung, atau pantai, karena dipercaya dapat mengundang bahaya atau gangguan makhluk halus.

Selain itu, masyarakat Jawa juga menghindari mengadakan hajatan besar seperti pernikahan, pindahan rumah. Atau sunatan pada bulan Suro, karena diyakini dapat membawa nasib buruk atau kesialan.

Malam ini dianggap sebagai waktu untuk menyucikan diri dan melakukan laku spiritual, sehingga bersenang-senang, berpesta, atau membuat keramaian tidak dianjurkan. Bahkan, berkata kasar atau mencela orang lain pada malam 1 Suro dipercaya bisa mendatangkan balasan spiritual atau karma yang cepat.

Kesimpulan

Tradisi kungkum dan pencucian pusaka di Tugu Soeharto, Gajahmungkur, Semarang, pada malam 1 Suro adalah wujud nyata dari kentalnya budaya dan spiritualitas Jawa. Masyarakat percaya bahwa ritual-ritual ini membawa berkah, membersihkan diri dari energi negatif, dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Sambil tetap memegang teguh pantangan dan larangan yang diyakini dapat menjaga keselamatan. Tradisi ini terus lestari sebagai bagian penting dari warisan budaya yang kaya di Indonesia. Simak dan ikuti terus jangan sampai ketinggalan informasi terlengkap hanya di INFO KEJADIAN SEMARANG.


Sumber Informasi Gambar:

  1. Gambar Pertama dari nasional.kompas.com
  2. Gambar Kedua dari www.detik.com