Kasus penembakan siswa SMK 4 Semarang yang menewaskan Gamma Rizkynata Oktavandy terus menjadi sorotan dan berkembang serius.

Dalam persidangan yang digelar Rabu 2 Juli 2025, kuasa hukum keluarga korban mengungkap fakta mengejutkan: saksi kunci berinisial V sempat dihalangi oleh orang tak dikenal (OTK) saat hendak memberikan kesaksian.
V adalah saksi anak yang melihat langsung aksi penembakan yang diduga dilakukan oleh Aipda Robig, anggota satuan narkoba Polrestabes Semarang. Perlindungan saksi kini menjadi sorotan dalam proses hukum yang sedang berjalan.
Di bawah ini Info Kejadian Semarang akan membahas fakta terbaru mengenai upaya penghalangan saksi kunci serta tuntutan hukuman maksimal untuk terdakwa.
Kronologi Kasus Penembakan yang Menghebohkan
Peristiwa tragis ini terjadi di kawasan Semarang dan menggegerkan publik sejak awal 2025. Gamma Rizkynata Oktavandy, siswa SMK 4 Semarang, tewas ditembak oleh anggota polisi bernama Aipda Robig. Insiden ini disebut terjadi dalam situasi yang masih menyimpan banyak tanda tanya.
Awalnya, kasus ini dibingkai sebagai bentrokan antar kelompok remaja yang berujung tindakan pembelaan diri oleh aparat. Namun seiring berjalannya waktu, fakta-fakta baru mulai bermunculan yang mengarah pada pelanggaran prosedur oleh aparat kepolisian.
Dalam proses penyidikan, muncul nama saksi anak berinisial V yang dianggap sebagai saksi kunci karena berada di lokasi kejadian. V, yang kala itu juga disebut sebagai korban pembacokan oleh kelompok Gamma, justru membantah hal tersebut dalam kesaksiannya.
Dalam persidangan tertutup, V menyatakan dengan tegas bahwa dirinya tidak berada di dekat terdakwa saat kejadian berlangsung dan tidak pernah mengalami pembacokan seperti yang dituduhkan.
Upaya Penghalangan Saksi Oleh OTK
Fakta mengejutkan muncul dari pengakuan kuasa hukum keluarga korban, Zainal Abidin, yang menyebut bahwa saksi V sempat dihalangi oleh pihak tak dikenal saat akan memberikan keterangan penting dalam persidangan.
Zainal menyebut tindakan ini sebagai bentuk intimidasi serius terhadap saksi anak, yang tidak hanya mencederai proses hukum, tetapi juga melanggar hak perlindungan anak dalam sistem peradilan.
“Saya selaku pendamping V umur 16 tahun, itu kan saksi yang mengetahui Aipda Robig waktu melakukan penembakan terhadap anak bernama Gamma,” tegas Zainal. Ia juga menambahkan bahwa perlakuan terhadap V adalah indikasi adanya upaya sistematis untuk melemahkan posisi saksi dalam persidangan.
Menurutnya, kasus ini harus menjadi perhatian publik dan aparat penegak hukum agar perlindungan terhadap saksi, apalagi yang masih di bawah umur, benar-benar ditegakkan. Tindakan menghalangi saksi disebut Zainal sebagai pelanggaran berat yang dapat dijerat dengan hukum pidana karena menghambat proses peradilan.
Baca Juga:
Harapan Keluarga Untuk Hukuman Maksimal

Keluarga korban, melalui tim kuasa hukum, kini menaruh harapan besar pada integritas majelis hakim yang menangani perkara ini. Dalam sidang lanjutan yang dijadwalkan Selasa 8 Juli 2025, Zainal Abidin bersama tim akan mendorong agar hakim menjatuhkan hukuman maksimal terhadap terdakwa Aipda Robig.
Mereka menilai bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa bukan hanya menyebabkan kehilangan nyawa seorang siswa, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian. Penembakan oleh aparat, yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat, jelas tidak bisa ditoleransi.
Zainal menyebutkan bahwa jika tidak ada sanksi tegas, maka peristiwa serupa bisa saja terulang dan memberi pesan buruk bahwa aparat bisa lolos dari jeratan hukum meski melakukan kekerasan yang mematikan.
Perlindungan Saksi Anak dan Tuntutan Reformasi Prosedur
Kasus ini turut mengangkat pentingnya reformasi prosedur dalam perlindungan saksi, terutama yang masih di bawah umur. Lembaga perlindungan anak dan aktivis hukum pun mulai menyoroti jalannya persidangan ini. Mereka mendesak agar pihak kepolisian dan pengadilan benar-benar menjamin keamanan fisik dan psikologis saksi anak.
Saksi V, yang secara usia masih tergolong rentan, seharusnya mendapatkan perlindungan maksimal dari negara. Intimidasi yang dialami, jika terbukti dilakukan secara terorganisir, dapat menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.
Dibutuhkan sistem pendampingan profesional, pelatihan khusus bagi petugas, dan koordinasi erat antar lembaga hukum agar kasus-kasus serupa tidak lagi terjadi. Apalagi ketika melibatkan aparat sebagai terdakwa, independensi dan transparansi harus benar-benar dijaga.
Kesimpulan
Kasus penembakan Gamma Rizkynata Oktavandy oleh Aipda Robig bukan sekadar tragedi hukum biasa. Kehadiran saksi anak yang sempat dihalangi OTK menunjukkan bahwa tekanan dan intimidasi masih menjadi tantangan nyata dalam sistem peradilan kita.
Kuasa hukum keluarga korban dengan tegas menuntut hukuman maksimal dan perlindungan hukum bagi saksi anak. Lebih dari itu, publik kini menaruh harapan pada pengadilan agar memberikan keadilan setimpal dan menjadi titik balik reformasi dalam perlakuan terhadap saksi, terutama dalam perkara yang melibatkan aparat penegak hukum.
Simak dan ikuti terus Info Kejadian Semarang agar Anda tidak ketinggalan informasi menarik lainnya yang akan terupdate setiap hari.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari www.orinews.id
- Gambar Kedua dari www.tempo.co